Sutrah dalam Shalat


1. Dari Ibnu `Umar radliallahu `anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

"Janganlah kamu shalat kecuali menghadap sutrah (batas tempat sholat) dan jangan biarkan seorang pun lewat di depanmu, jika ia enggan maka perangilah karena bersamanya ada qarin (teman)." (HR. Muslim dalam As-Shahih no. 260, Ibnu Khuzaimah dalam As-Shahih 800, Al- Hakim dalam Al-Mustadrak 1/251 dan Baihaqi dalam As-Sunan Al- Kubra 2/268)

2. Dari Abu Said Al-Khudri radliallahu `anhu ia berkata: "Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

"Jika shalat salah seorang diantara kalian, hendaklah shalat menghadap sutrah dan hendaklah mendekat padanya dan jangan biarkan seorangpun lewat antara dia dengan sutrah. Jika ada seseorang lewat (didepannya) maka perangilah karena dia adalah syaitan." (HR. Ibnu Abi yaibah dalam Al-Mushannaf 1/279, Abu Dawud dalam As-Sunan 297, Ibnu Majah dalam As-Sunan no. 954, Ibnu Hibban dalam As-Shahih 4/48, 49-Al-Ihsan, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra 2/267, sanadnya hasan) Di dalam riwayat lain (yang artinya): "(Karena) sesungguhnya setan lewat antara dia dengan sutrah."

Mengomentari hadits Abu Said di atas As-Syaukani berkata: "Padanya (menunjukkan) bahwa memasang sutrah itu adalah wajib." (Nailul Authar 3/2). Beliau juga berkata: "Dan kebanyakan hadits- hadits (dalam masalah ini) mengandung perintah dengannya dan dhahir perintah (menunjukkan) wajib. Jika dijumpai sesuatu yang memalingkan perintah-perintah ini dari wajib ke mandub maka itulah hukumnya. Dan tidak tepat dijadikan pemaling (pengubah hukum) sabda shallallahu `alaihi wa sallam (yang artinya): "Sesungguhnya tidak memudharatkan apapun yang lewat di depannya karena menghindarnya orang shalat dari perkara yang memudharatkan shalatnya dan menghindari hilangnya sebagian pahalanya adalah wajib atasnya." (As-Sailul Jarar 1/176)

Di antara perkara yang menguatkan wajibnya: Sesungguhnya sutrah merupakan sebab syari yang menyebabkan tidak sahnya shalat karena lewatnya wanita baligh, keledai dan anjing hitam sebagaimana telah sah yang demikian itu dalam hadits yang menyatakan larangan orang lewat di depan orang shalat, dan hukum-hukum lainnya yang berkaitan dengan sutrah. (Tamamul Minnah hal. 300)

5. Qurrah bin Iyas berkata: "Umar melihatku sedangkan aku (ketika itu) shalat di antara dua tiang. Maka dia memegang tengkukku dan mendekatkan aku ke sutrah seraya berkata: Shalatlah menghadap kepadanya." (HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya 1/577 [lihat pula Al-Fath] secara muallaq 3 dengan lafadz jazm (pasti datang dari Rasulullah, pent) dan disambungkan [sanadnya] oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 2/370)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Umar memaksudkan perbuatannya itu agar shalat (Qurrah bin Iyas) menghadap sutrah." (Fathul Bari 1/577)

6. Dari Nafi,ia berkata :"Bahwa Ibnu Umar jika tidak mendapati tempat yang menghadap tiang dari tiang-tiang Masjid, lalu ia berkata padaku :"Palingkan kepadaku punggungmu (untuk dijadikan sutroh,pent).(Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 1/279 dengan sanad shahih).

7. (Dalam suatu riwayat) bahwa Salamah bin Al-Akhwa meletakkan batu di tanah.Jika dia mau mengejakan Sholat ,dia menghadap kepadanya.(Ibnu Syaibah di dalam Al-Mushannaf 1/278)

8. Dari Ibnu Abbas r.a. "Aku memasang tongkat di depan Rosulullah SAW ketika di Arafah.Beliau sholat menghadapnya dan keledai lewat dibelakang tongkat."(Ahmad dalam Al-Musnad 1/243,Ibnu Khuzaimah dalah As-Shahih 840,Thabari dalam Al-Mujamul Kabir 11/243 dan sanad dari Imam Ahmad:hasan)

TENTANG JARAK KITA DENGAN SUTROH

9. Diriwayatkan bahwa :"Rasulullah SAW berdiri di dekat tabir.Jarak antara beliau dengan tabir itu ada 3 hasta (HR.Bukhari dan Ahmad)

10. Diantara tempat sujud beliau dengan dinding ada tempat berlalu kambing (H.R Bukhari dan Muslim)

11. Beliau bersabda :"Apabila salah seorang di antara kamu sholat menghadap tabir, maka hendaklah ia mendekatkan dirinya kepada tabir itu, sehingga setan tidak memutuskan dia dari sholatnya ". (Abu Daud Al-Bazzar (p.54 Az-Zawaid),Al-Hakim dan dishahihkan olehnya,dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan An-Nawawi)

BENDA-BENDA YANG BISA DIJADIKAN SUTROH

12. Dan kadangkala beliau menjadikan kendaraannya sebagai tabir,lalu sholat dengan menghadap kendaraannya itu. (H.R Bukhari dan Ahmad)

13. Hal ini berbeda dengan sholat di tempat berbaring unta .Karena beliau telah melarangnya (Muslim dan Ibnu Khuzaimah (92/2) dan Ahmad

14. Kadangkala :"Beliau membawa semacam pelana ,lalu meluruskannya ,kemudian beliau sholat dengan menghadap kepada ujung pelana itu (H.R Bukhari dan Ahmad)

15. Rasulullah SAW bersabda : "Apabila salah seorang diantara kamu meletakkan semacam ujung pelana di hadapannya,maka hendaklah ia shalat dengan tidak menghiraukan orang yang berlalu di belakangnya(ujung pelana itu)" (H.R Mulim dan Abu Daud)

16. Diriwayatkan bahwa :"Sesekali beliau shalat dengan menghadap ke sebuah pohon.(H.R NasaI dan Ahmad dengan sanad yang shahih).

17. "Kadangkala beliau shalat dengan menghadap ke tempat tidur,sedangkan Aisyah r.a berbaring di atasnya -dibawah beludrunya- (Al Bukhari,Muslim,dan Abu Yala(3/1107 -Mushawwaratu l-Maktab)

18. Rasulullah SAW tidak pernah membiarkan sesuatu berlalu diantara dirinya dengan tabir.Dan pernah : "Beliau shalat,tiba-tiba datanglah seekor kambing berlari di hadapannya,lalu beliau berlomba dengannya hingga beliau menempelkan perutnya ke tabir -dan berlalulah kambing itu di belakang beliau-" (Ibnu Khuzaimah di dalam ash-Shahih (1/95/1),Ath-Thabrani(3/104/3),Al-Hakim dan dishahihkan olehnya,dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.

PERINGATAN KERAS BAGI YANG MELANGGAR SUTROH ORANG YANG SHOLAT

19. :"Sekiranya orang yang berlalu di hadapan orang yang shalat itu mengetahui apa yang akan menimpanya,niscaya untuk berhenti selama 40 tahun,adalah lebih baik baginya daripada untuk berlalu dihadapannya ".(H.R Al - Bukhari dan Muslim,riwayat lainnya adalah riwayat Ibnu Khuzaimah(1/94/1)).

20. HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT

Rasulullah SAW bersabda: "Shalat seorang laki-laki,apabila tidak ada semacam ujung pelana dihadapannya,maka akan diputus oleh :wanita -yang haid (atau balighah), keledai dan anjing hitam ".

Abu Dzar berkata bahwasanya ia berkata,"Wahai Rasulullah,apa bedanya antara anjing hitam dengan anjing merah ?" beliau bersabda,"Anjing hitam adalah setan ". (H.R Muslim,Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah (1/95/2)
Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Jilbab Wanita Muslimah



Oleh: Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany

Penelitian kami terhadap ayat-ayat Al-Quran, As-Sunnah dan atsar-atsar Salaf dalam masalah yang penting ini, memberikan jawaban kepada kami bahwa jika seorang wanita keluar dari rumahnya, maka ia wajib menutup seluruh anggota badannya dan tidak menampakkan sedikitpun perhiasannya, kecuali wajah dan dua telapak tangannya, maka ia harus menggunakan pakaian (jilbab) yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. MELIPUTI SELURUH BADAN SELAIN YANG DIKECUALIKAN

Syarat ini terdapat dalam firman Allah dalam surat An-Nuur : 31 berbunyi : "Katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudar mereka (kakak dan adiknya) atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka (=keponakan) atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."

Juga firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 59 berbunyi : "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mumin : "Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka."

Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya : "Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi, kecuali yang tidak mungkin disembunyikan." Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. "Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan."

Al-Qurthubi berkata : Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : "Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini." Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Allah Pemberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya."


2. BUKAN BERFUNGSI SEBAGAI PERHIASAN

Ini berdasarkan firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 31 berbunyi : "Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka." Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33 : "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti oang-orang jahiliyah."

Juga berdasarkan sabda Nabi : "Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah dan mendurhakai imamnya serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya." (Dikeluarkan Al-Hakim 1/119 dan disepakati Adz-Dzahabi; Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad; At-Thabrani dalam Al-Kabir; Al-Baihaqi dalam As-Syuaib).

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).


3. KAINNYA HARUS TEBAL (TIDAK TIPIS)

Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda : "Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk." Di dalam hadits lain terdapat tambahan : "Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian." (At-Thabrani dalam Al-Mujam As-Shaghir hal. 232; Hadits lain tersebut dikeluarkan oleh Muslim dari riwayat Abu Hurairah. Lihat Al-HAdits As-Shahihah no. 1326).

Ibnu Abdil Barr berkata : Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu
tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang. (dikutip oleh As-Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik III/103).

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsannya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qubthiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata : Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidk melihatnya sebagai pakaian yang tipis ! Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis, namun ia mensifati (menggambarkan lekuk tubuh). (Riwayat Al-Baihaqi II/234-235; Muslim binAl-Bitthin dari Ani Shalih dari Umar).

Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifati dan menggambarkan lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Yang tipis (transparan) itu lebih parah daripada yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal). Oleh
karena itu Aisyah pernah berkata : "Yang namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut."


4. HARUS LONGGAR (TIDAK KETAT) SEHINGGA TIDAK DAPAT MENGGAMBARKAN SESUATU DARI TUBUHNYA

Usamah bin Zaid pernah berkata : Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku : "Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah ?" Aku menjawab : Aku pakaiakan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda : "Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya." (Ad-Dhiya Al-Maqdisi dalam Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441; Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad Hasan). Aisyah pernah berkata : Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya. (Ibnu Sad VIII/71).

Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya : Baju, khimar dan milhafah (mantel). (Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf II:26/1).

Ini semua juga menguatkan pendapat yang kami pegangi mengenai wajibnya menyatukan antara khimar dan jilbab bagi kaum wanita jika keluar rumah.


5. TIDAK DIBERI WEWANGIAN ATAU PARFUM

Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata : Rasulullah bersabda : "Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina." (An-Nasai II/283; Abu Daud II/192; At-Tirmidzi IV/17; Ahmad IV/100, Ibnu Khuzaimah III/91; Ibnu Hibban 1474; Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda : "Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian." (Muslim dan Abu Awanah
dalam kedua kitab Shahih-nya; Ash-Shabus Sunan dn lainnya).

Dari Abu Hurairah bahwa ia berkata : Rasulullah bersabda : "Siapapun wanita yang memakai bakhur (wewangian yang berasal dari pengasapan), maka janganlah ia menyertai kami dalam menunaikan shalat Isya yang akhir." (ibid)

Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah : Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian menerpanya. Maka Abu Hurairah berkata : Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : "Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi." (Al-Baihaqi III/133; Al-Mundziri III/94).

Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata : Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki (Al-Munawi dalam Fidhul Qadhir dalam mensyarahkan hadits dari Abu Hurairah).

Saya (Al-Albany) katakan : Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu
jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Al-Haitsami dalam kitab AZ-Zawajir II/37 menyebutkan bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dn berhias adalah termasuk perbuatan kabair (dosa besar) meskipun suaminya mengizinkan.


6. TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN LAKI-LAKI

Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyrupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya.

Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria (Abu Daud II/182; Ibnu Majah I/588; Ahmad II/325; Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Abdullah bin Amru yang berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda : "Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita." (Ahmad II/199-200; Abu Nuaim dalam Al-Hilyah III/321)

Dari Ibnu Abbas yang berkata : Nabi melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda : "Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan." Dalam lafadz lain : "Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria." (Al-Bukhari X/273-274; Abu Daud II/182,305; Ad-Darimy II/280-281; Ahmad no. 1982,2066,2123,2263,3391,3060,3151 dan 4358; At-Tirmidzi IV/16-17; Ibnu Majah V/189; At-Thayalisi no. 2679).

Dari Abdullah bin Umar yang berkata : Rasulullah bersabda : "Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang
bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu)." (An-Nasai !/357; Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi; Al-Baihaqi X/226 dan Ahmad II/182).

Dalam haits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya.

Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.

7. TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN WANITA-WANITA KAFIR


Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya : Firman Allah surat Al-Hadid : 16, berbunyi : "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al-Iqtidha hal. 43 : Firman Allah "Janganlah mereka seperti..." merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV/310) berkata : Karena itu Allah melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang.

Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) : "Raaina" tetapi katakanlah "Unzhurna" dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih." Ibnu Katsir I/148 berkata : Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek. Jika mereka ingin mengatakan "Denagrlah kami" mereka mengatakan "Raaina" sebagai plesetan kata "ruunah" (artinya
ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46.

Allah telah memberi tahukan (dalm surat Al-Mujadalah : 22) bahwa tidak ada seorang mumin yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mumin, sedangkan tindakan
menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan

8. BUKAN PAKAIAN UNTUK MENCARI POPULARITAS (PAKAIAN KEBESARAN)

Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata : Rasulullah bersabda : "Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya
dengan api neraka." (Abu Daud II/172; Ibnu Majah II/278-279).

Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya,
maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya (Asy-Syaukani dalam Nailul Authar II/94). Ibnul Atsir berkata : "Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu.
Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong."

Kesimpulannya adalah :
Hendaklah menutup seluruh badannya, kecuali wajah dan dua telapak dengan perincian sebagaimana yang telah dikemukakan, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas.

Dikutip dari Kitab Jilbab Al-Marah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah (Syaikh Al-Albany)
Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Kitab Zakat


Zakat harta atau kekayaan
  • Emasnisabnya 94 gram, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
  • Perak nisabnya 672 gram, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
  • Logam mulia dan batu permata nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
  • Rumah dan tanah (yang wajib dikeluarkan zakatnya) Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
  • Kendaraan bermotor (yang wajib dikeluarkan zakatnya) Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
  • Tabungan, deposito, surat berharga dan lain-lain Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
  • Zakat Perusahaan dan Perdagangan Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%. Cara menghitung nilai kekayaan perusahaan dengan menghitung jumlah modal ditambah laba perusahaan pada waktu akan mengeluarkan zakatnya.
  • Zakat Tumbuh-tumbuhan Nisabnya senilai 1350 kg gabah atau padi atau senilai 759 kg beras, haulnya setiap panen dan kadar zakatnya 5% jika pengairan sulit dan 10% jika pengairannya mudah.
  • Zakat Barang Tambang Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
  • Zakat Barang Temuan Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya pada waktu ditemukan dan kadar zakatnya 20%

Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Kitab Thaharah


ARTI BERSUCI

Bersuci artinya menurut syara' ialah suci dari hadas dan najis.
Bersuci dari hadas ialah dengan berwudhu', mandi dan tayammum;
Bersuci dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, pakaian dan tempat.

PEMBAGIAN AIR
Air yang suci dan menyucikan; boleh digunakan untuk bersuci seperti air sungai, air hujan, air sumur, air telaga, air laut, air embun, air salju dan mata air.
Air yang suci tetapi tidak menyucikan atau tidak sah digunakan untuk bersuci seperti air kopi, air teh, air yang sedikit (kurang dari dua qullah) dan telah digunakan untuk mengangkat hadats atau menghilangkan najis walaupun air itu tidak berubah sifatnya (warna, rasa dan baunya) serta air buah-buahan seperti air kelapa.
Air yang makruh digunakan untuk bersuci seperti air yang terjemur sinar matahari di tempat yang berkarat.
Air yang bernajis. Air yang bernajis ini terbagi dua yaitu Air yang berubah salah satu sifatnya (warna, rasa dan baunya) karena terkena najis, air ini tidak boleh digunakan untuk bersuci walaupun air tersebut lebih dari dua qullah.
Air yang tidak berubah salah satu sifatnya (warna, rasa dan baunya) karena terkena najis; Air ini tidak boleh digunakan untuk bersuci jika kurang dari dua qullah dan boleh digunakan untuk bersuci jika lebih dari dua qullah.

PEMBAGIAN NAJIS
Najis Mugallazhah (berat) seperti air liur anjing dan babi. Cara mencuci benda yang terkena najis ini, hendaklah dicuci (dibasuh) tujuh kali dan dicampur dengan tanah pada saat dicuci untuk yang pertama kalinya.
Najis Mukhaffafah (ringan) seperti air kencing bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum pernah makan sesuatu selain air susu ibunya.
Najiis Mutawassithah (pertengahan) yaitu najis yang lain daripada dua macam najis tersebut di atas. Najis ini terbagi menjadi dua bagian yaitu
Najis Hukmiah ialah najis yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata warna, rasa atau baunya seperti kencing yang sudah lama kering.
Najis 'aniyah ialah najis ysng masih ada warna, rasa atau baunya.

'ISTINJA
Segala yang keluar dari qubul dan dubur seperti buang air kecil dan buang air besar wajib disucikan dengan air hingga bersih.

WUDHU'
Wudhu' artinya bersih dan indah, sedangkan menurut syara' artinya membersihkan anggota wudhu' untuk menghilangkan hadats kecil.
Orang yang hendak melaksanakan shalat wajib berwudhu' karena wudhu' merupakan syarat sahnya shalat.

Syarat-syarat Wudhu'
Islam; Tidak berhadats besar; Dengan air suci dan menyucikan;
Tidak ada yang menghalangi air sampai ke anggota wudhu' seperti getah, cat dan sebagainya.

Fardhu Wudhu'
Niat; Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut sampai bawah dagu dan dari telinga kanan hingga telinga kiri); Membasuh kedua tangan sampai siku; Mengusap sebagian rambut kepala; Memasuh kedua telapak kaki sampai kedua mata kaki; Tertib yaitu mendahulukan mana yang harus didahulukan dan mengakhirkan mana yang terakhir.
Yang Membatalkan Wudhu'
  • Keluar sesuatu dari qubul dan dubur misalnya buang air kecil, buang air besar atau keluar angin dan sebagainya;
  • Hilang akal karena mabuk, gila, pingsan dan tidur nyenyak;
  • Bersentuhan kulit laki-laki dan kulit perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup (muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikahi);
  • Menyentuh kemaluan (qubul dan dubur) dengan telapak tangan atau jari-jarinya yang tidak memakai tutup (walaupun kemaluannya sendiri).
TAYAMMUM
Tayammum ialah mengusapkan muka dan tangan dengan debu yang suci.
Tayammum dapat menggantikan wudhu' dan mandi dengan syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat Tayammum
Telah masuk waktu shalat; Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya tetapi tidak ditemukan; Dengan debu atau tanah yang suci;
Berhalangan menggunakan air misalnya karena sakit.

Fardhu Tayammum
Niat; Mengusap muka; Mengusap kedua tangan sampai ke siku;
Tertib yaitu mendahulukan mana yang harus didahulukan dan mengakhirkan mana yang terakhir.

Hal-hal yang membatalkan Tayammum
Segala yang membatalkan wudhu', membatalkan tayammum; Adanya air sebelum memulai shalat, bagi orang yang tayammum karena tidak adanya air.

MANDI WAJIB
Mandi Wajib yaitu membasuh seluruh tubuh mulai dari ujung rambut kepala hingga ujung kaki.
Penyebab Mandi Wajib
  • Bersetubuh, keluar mani ataupun tidak; Keluar mani, disebabkan bermimpi atau sebab lain dengan sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau tidak;
  • Mati, terkecuali orang yang mati syahid; Selesai haidh; Selesai nifas (setelah berhenti keluar darah sesudah melahirkan).
Fardhu Mandi Wajib
Niat dan membasuh seluruh badan dengan air.
Larangan bagi orang yang sedang junub (berhadats besar)
  • Shalat fardhu dan shalat sunat; Thawaf fardhu dan thawaf sunat;
  • Berdiam diri dalam masjid; Menyentuh atau membawa dan membaca Al-Qur'an.
Larangan bagi orang yang sedang haidh dan nifas
  • Shalat fardhu dan shalat sunat; Thawaf fardhu dan thawaf sunat;
  • Berdiam diri dalam masjid; Menyentuh atau membawa dan membaca Al-Qur'an;
  • Puasa fardhu dan puasa sunat; Dijatuhi thalaq (cerai); Bersetubuh.
Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Kitab Shalat


Syarat-syarat Shalat
  • Beragama Islam; Baligh dan berakal; Suci dari hadats besar dan hadats kecil;
  • Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat shalat dari najis;
  • Menutup aurat; Mengetahui masuknya waktu shalat;
  • Menghadap ke kiblat (Ka'bah);
Rukun Shalat
  1. Niat;
  2. Berdiri tegak, bagi yang tidak mampu boleh duduk atau berbaring;
  3. Takbiratul-ihram (membaca "Allahu Akbar");
  4. Membaca surat Al-Fatihah pada setiap rakaat;
  5. Ruku' dengan tuma'ninah (berdiam sebentar);
  6. I'tidal dengan tuma'ninah;
  7. Sujud dua kali dengan tuma'ninah;
  8. Duduk antara dua sujud dengan tuma'ninah;
  9. Duduk tasyahud akhir dengan tuma'ninah;
  10. Membaca tasyahud akhir;
  11. Membaca shalawat Nabi Muhammad saw pada tasyahud akhir;
  12. Membaca salam yang pertama (ke kanan);
  13. Tertib, berurutan mengerjakan rukun-rukun tersebut.
Hal-hal yang membatalkan shalat
  1. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau sengaja tidak menyelesaikan salah satu rukun;
  2. Berhadats;
  3. Terkena najis yang tidak dimaafkan;
  4. Terbuka aurat;
  5. Sengaja berkata-kata;
  6. Bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah;
  7. Membelakangi kiblat;
  8. Tertawa;
  9. Mendahului imam.
Waktu Shalat Fardhu
Shalat Zhuhur
Awal waktunya setelah tergelincir matahari dari pertengahan langit;
Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama dengan panjangnya.
Shalat 'Ashar
Waktunya mulai dari habis waktu Zhuhur sampai terbenam matahari.
Shalat Maghrib
Waktunya dari terbenamnya matahari sampai hilangnya syafaq (awan senja) merah.
Shalat 'Isya
Waktunya mulai dari terbenam syafaq (awan senja) merah sampai terbit fajar kedua.
Shalat Subuh
Waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai terbit matahari.
Waktu-waktu yang dilarang untuk shalat
Setelah shalat Subuh hingga terbitnya matahari; Ketika terbitnya matahari sampai setinggi tombak (±10 derajat dari permukaan bumi); Ketika matahari di atas kepala hingga condong sedikit ke barat; Setelah shalat 'Ashar hingga terbenamnya matahari; Ketika hampir terbenam
sampai terbenamnya matahari.
Shalat-shalat Sunat
Shalat Sunat Rawatib
Dua rakaat sebelum shalat Subuh; Dua rakaat sebelum shalat Zhuhur;
Dua rakaat sesudah shalat Zhuhur; Dua rakaat sesudah shalat
Maghrib dan dua rakaat sesudah shalat 'Isya.
Shalat Sunat Wudhu'
Setiap selesai berwudhu' disunatkan mengerjakan shalat wudhu' dua rakaat.
Shalat Dhuha
Shalat Dhuha ialah shalat sunat yang dikerjakan setelah terbitnya matahari, sekurang-kurangnya dua rakaat.
Shalat Tahiyatul Masjid
Shalat Tahiyatul Masjid ialah shalat sunat dua rakaat yang dikerjakan ketika seseorang masuk ke masjid, sebelum ia duduk di dalam masjid.
Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud ialah shalat sunat yang dikerjakan malam hari sesudah shalat 'Isya dan sesudah tidur malam sampai terbit fajar, sedikitnya
dua rakaat dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.
Shalat Istikharah
Shalat Istikharah ialah shalat sunat dua rakaat yang dikerjakan ketikaseseorang akan mengerjakan suatu pekerjaan yang ia ragu-ragu apakah pekerjaan itu baik atau tidak untuk dilaksanakan. Shalat Istikharah juga dapat dilakukan ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang ia harus memilih salah satu diantara keduanya. Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Ikrimah Bin Abu Jahal (Sahabat Nabi)


Abu Ishaw As-Ayabi'i meriwayatkan, ketika Rasulullah SAW berhasil menaklukkan kota Makkah, maka Ikrimah berkata: Aku tidak akan tinggal di tempat ini!" Setelah berkata demikian, dia pun pergi berlayar dan memerintahkan supaya isterinya membantunya. Akan tetapi isterinya berkata: "Hendak kemana kamu wahai pemimpin pemuda Quraisy?" Apakah kamu akan pergi kesuatu tempat yang tidak kamu ketahui?" Ikrimah pun melangkahkan kakinya tanpa sedikitpun memperhatikan perkataan isterinya.

Ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat lainnya telah berhasil menaklukkan kota Makkah, maka kepada Rasulullah isteri Ikrimah berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Ikrimah telah melarikan diri ke negeri Yaman karena ia takut kalau-kalau kamu akan membunuhnya. Justeru itu aku memohon kepadamu supaya engkau berkenan menjamin keselamatannya."
Rasulullah SAW menjawab: "Dia akan berada dalam keadaan aman!" Mendengar jawapan itu, maka isteri Ikrimah memohon diri dan pergi untuk mencari suaminya. Akhirnya dia berhasil menemukannya di tepi pantai yang berada di Tihamah. Ketika Ikrimah menaiki kapal, maka orang yang mengemudikan kapal tersebut berkata kepadanya: "Wahai Ikrimah, ikhlaskanlah saja!"

Ikrimah bertanya: "Apakah yang harus aku ikhlaskan?"
"Ikhlaskanlah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan akuilah bahwa Muhammad adalah utusan Allah!" Kata pengemudi kapal itu.
Ikrimah menjawab: "Tidak, jesteru aku melarikan diri adalah karena ucapan itu."
Selepas itu datanglah isterinya dan berkata: "Wahai Ikrimah putera bapa saudaraku, aku datang menemuimu membawa pesan dari orang yang paling utama, dari manusia yang paling mulia dan manusia yang paling baik. Aku memohon supaya engkau jangan menghancurkan dirimu sendiri. Aku telah memohonkan jaminan keselamatan untukmu kepada Rasulullah SAW."

Kepada isterinya Ikrimah bertanya: "Benarkah apa yang telah engkau lakukan itu?"
Isterinya menjawab: "Benar, aku telah berbicara dengan baginda dan baginda pun akan memberikan jaminan keselamatan atas dirimu." Begitu saja mendengar berita gembira dari isterinya itu, pada malam harinya Ikrimah bermaksud untuk melakukan persetubuhan dengan isterinya, akan tetapi isterinya menolaknya sambil berkata: "Engkau orang kafir, sedangkan aku orang Muslim."
Kepada isterinya Ikrimah berkata: "Penolakan kamu itu adalah merupakan suatu masalah besar bagi diriku."

Tidak lama selepas Ikrimah bertemu dengan isterinya itu, mereka pun pulang kembali, setelah mendengar berita bahwa Ikrimah sudah pulang, maka Rasulullah SAW segera ingin menemuinya. Karena rasa kegembiraan yang tidak terkira, sehingga membuatkan Rasulullah SAW terlupa memakai serbannya.
Setelah bertemu dengan Ikrimah, baginda pun duduk. Ketika itu Ikrimah berserta dengan isterinya berada di hadapan Rasulullah SAW Ikrimah lalu berkata: "Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." Mendengar ucapan Ikrimah itu, Rasulullah SAW sangat merasa gembira, selanjutnya Ikrimah kembali berkata: "Wahai Rasulullah, ajarkanlah sesuatu yang baik yang harus aku ucapkan."

Rasulullah SAW menjawab: "Ucapkanlah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.
Ikrimah kembali bertanya: "Selepas itu apa lagi?" Rasulullah menjawab: "Ucapkanlah sekali lagi, aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad  adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya." Ikrimah pun mengucapkan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW selepas itu baginda bersabda: "Jika sekiranya pada hari ini kamu meminta kepadaku sesuatu

sebagaimana yang telah aku berikan kepada orang lain, niscaya aku akan mengabulkannya."
Ikrimah berkata: "Aku memohon kepadamu ya Rasulullah, supaya engkau berkenan memohonkan ampunan untukku kepada Allah atas setiap permusuhan yang pernah aku lakukan terhadap dirimu, setiap perjalanan
yang aku lalui untuk menyerangmu, setiap yang aku gunakan untuk melawanmu dan setiap perkataan kotor yang aku katakan di hadapan atau di belakangmu."

Maka Rasulullah SAW pun berdoa: "Ya Allah, ampunilah dosanya atas setiap permusuhan yang pernah dilakukannya untuk bermusuh denganku, setiap langkah perjalanan yang dilaluinya untuk menyerangku yang tujuannya untuk memadamkan cahaya-Mu dan ampunilah dosanya atas segala sesuatu yang pernah dilakukannya baik secara langsung berhadapan denganku mahupun tidak."

Mendengar doa yang dimohon oleh Rasulullah SAW itu, alangkah senangnya hati Ikrimah, maka ketika itu juga ia berkata: "Ya Rasulullah! Aku bersumpah demi Allah, aku tidak akan membiarkan satu dinar pun biaya yang pernah aku gunakan untuk melawan agama Allah, melainkan akan aku ganti berlipat ganda demi membela agama-Nya. Begitu juga setiap perjuangan yang dahulu aku lakukan untuk melawan agama Allah, akan aku ganti dengan perjuangan yang berlipat ganda demi membela agama-Nya, aku akan ikut berperang dan berjuang sampai ke titisan darah yang terakhir."

Demikianlah keadaan Ikrimah, setelah ia memeluk Islam, ia sentiasa ikut dalam peperangan hingga akhirnya ia terbunuh sebagai syahid. Semoga Allah berkenan melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada Ikrimah. Dalam riwayat yang lain pula diceritakan, bahwa ketika terjadinya Perang Yarmuk, Ikrimah juga ikut serta berperang sebagai pasukan perang yang berjalan kaki, pada waktu itu Khalid bin Walid mengatakan: "Jangan kamu lakukan hal itu, karena bahaya yang akan menimpamu adalah lebih besar!" Ikrimah menjawab: "Karena kamu wahai Khalid telah terlebih dahulu ikut berperang bersama Rasalullah SAW, maka biarlah hal ini aku lakukan!"

Ikrimah tetap meneruskan niatnya itu, hingga akhirnya ia gugur di medan perang. Pada waktu Ikrimah gugur, ternyata di tubuhnya terdapat lebih kurang tujuh puluh luka bekas tikaman pedang, tombak dan anak panah. Abdullah bin Mas'ud pula berkata: Di antara orang-orang yang termasuk dalam barisan Perang Yarmuk adalah Haris bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amar. Di saat-saat kematian mereka, ada seorang sahabat yang memberinya air minum, akan tetapi mereka menolaknya. Setiap kali air itu akan diberikan kepada salah seorang dari mereka yang bertiga orang itu, maka masing-masing mereka berkata: "Berikan saja air itu kepada sahabat di sebelahku." Demikianlah keadaan mereka seterusnya, sehingga akhirnya mereka bertiga menghembuskan nafas yang terakhir dalam keadaan belum sempat meminum air itu.

Dalam riwayat yang lain pula ditambahkan: "Sebenarnya Ikrimah bermaksud untuk meminum air tersebut, akan tetapi pada waktu ia akan meminumnya, ia melihat ke arah Suhail dan Suhail pun melihat ke arahnya pula, maka Ikrimah berkata: "Berikanlah saja air minum ini kepadanya, barangkali ia lebih memerlukannya daripadaku." Suhail pula melihat kepada Haris, begitu juga Haris melihat kepadanya. Akhirnya Suhail berkata: "Berikanlah air minum ini kepada siapa saja, barangkali sahabat-sahabatku itu lebih memerlukannya daripadaku." Begitulah keadaan mereka, sehingga air tersebut tidak seorangpun di antara mereka yang dapat meminumnya, sehingga mati syahid semuanya. Semoga Allah melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada mereka bertiga.

Amin."
Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Didalam perkembangan peradaban islam, kucing hadir sebagai teman sejati ??



Diceritakan dalam suatu kisah, Nabi Muhammad SAW memiliki seekor kucing yang diberi nama Mueeza. Suatu saat, dikala nabi hendak mengambil jubahnya, di temuinya Mueeza sedang terlelap tidur dengan santai diatas jubahnya. Tak ingin mengganggu hewan kesayangannya itu,nabi pun memotong belahan lengan yang ditiduri Mueeza dari jubahnya. Ketika Nabi kembali ke rumah, Muezza terbangun dan merunduk sujud kepada majikannya. Sebagai balasan, nabi menyatakan kasih sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil kucing itu sebanyak 3 kali.
Dalam aktivitas lain, setiap kali Nabi menerima tamu di rumahnya, nabi selalu menggendong mueeza dan di taruh dipahanya. Salah satu sifat Mueeza yang nabi sukai ialah ia selalu mengeong ketika mendengar azan, dan seolah-olah suaranya terdengar seperti mengikuti lantunan suara adzan.
Kepada para sahabatnya, nabi berpesan untuk menyayangi kucing peliharaan, layaknya menyanyangi keluarga sendiri.
Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan lucu ini sangatlah serius, dalam sebuah hadist shahih Al Bukhori, dikisahkan tentang seorang wanita yang tidak pernah memberi makan kucingnya, dan tidak pula melepas kucingnya untuk mencari makan sendiri,Nabi SAW pun menjelaskan bahwa hukuman bagi wanita ini adalah siksa neraka.

Tak hanya nabi, istri nabi sendiri, Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq pun amat menyukai kucing, dan merasa amat kehilangan dikala ditinggal pergi oleh si kucing. Seorang sahabat yang juga ahli hadist, Abdurrahman bin Sakhr Al Azdi diberi julukan Abu Hurairah (bapak para kucing jantan), karena kegemarannya dalam merawat dan memelihara berbagai kucing jantan dirumahnya.

Penghormatan para tokoh islam terhadap kucing pasca wafatnya Nabi SAW.

Dalam buku yang berjudul Cats of Cairo, pada masa dinasti mamluk, baybars al zahir, seorang sultan yang juga pahlawan garis depan dalam perang salib sengaja membangun taman-taman khusus bagi kucing dan menyediakan berbagai jenis makanan didalamnya. Tradisi ini telah menjadi adat istiadat di berbagai kota-kota besar negara islam. Hingga saat ini, mulai dari damaskus, istanbul hingga kairo, masih bisa kita jumpai kucing-kucing yang berkeliaran di pojok-pojok masjid tua dengan berbagai macam makanan yang disediakan oleh penduduk setempat.


Pengaruh Kucing dalam Seni Islam.
Pada abad 13, sebagai manifestasi penghargaan masyarakat islam, rupa kucing dijadikan sebagai ukiran cincin para khalifah, termasuk porselen, patung hingga mata uang. Bahkan di dunia sastra, para penyair tak ragu untuk membuat syair bagi kucing peliharaannya yang telah berjasa melindungi buku-buku mereka dari gigitan tikus dan serangga lainnya.
Kucing yang memberi inspirasi bagi para sufi.
Seorang Sufi ternama bernama ibnu bashad yang hidup pada abad ke sepuluh bercerita, suatu saat ia dan sahabat-sahabatnya sedang duduk santai melepas lelah di atas atap masjid kota kairo sambil menikmati makan malam. Ketika seekor kucing melewatinya, Ibnu Bashad memberi sepotong daging kepada kucing itu, namun tak lama kemudian kucing itu balik lagi, setelah memberinya potongan yang ke dua, diam-diam Ibnu Bashad mengikuti kearah kucing itu pergi, hingga akhirnya ia sampai disebuah ataprumah kumuh, dan didapatinya si kucing tadi sedang menyodorkan sepotong daging yang diberikan Ibnu Bashad kepada kucing lain yang buta kedua matanya. Peristiwa ini sangat menyentuh hatinya hingga ia menjadi seorangsufi sampai ajal menjemputnya pada tahun 1067.
Selain itu, kaum sufi juga percaya, bahwa dengkuran nafas kucing memiliki irama yang sama dengan dzikir kalimah Allah.


Cerita yang dijadikan sebagai sauri tauladan
Salah satu cerita yang cukup mahsyur yaitu tentang seekor kucing peliharaan yang dipercaya oleh seorang pria, untuk menjaga anaknya yang masih bayi dikala ia pergi selama beberapa saat. Bagaikan prajurit yang mengawal tuannya, kucing itu tak hentinya berjaga di sekitar sang bayi. Tak lama kemudian melintaslah ular berbisa yang sangat berbahaya di dekat si bayi mungil tersebut. Kucing itu dengan sigapnya menyerang ular itu hingga mati dengan darah yang berceceran.
Sorenya ketika si pria pulang, ia kaget melihat begitu banyak darah di kasur bayinya. Prasangkanya berbisik, si kucing telah membunuh anak kesayangannya! Tak ayal lagi, ia mengambil pisau dan memenggal leher kucing yang tak berdosa itu.
Tak lama kemudian, ia kaget begitu melihat anaknya terbangun, dengan bangkai ular yang telah tercabik di belakang punggung anaknya. melihat itu, si pria menangis dan menyesali perbuatannya setelah menyadari bahwa ia telah mebunuh kucing peliharaannya yang telah bertaruh nyawa menjaga keselamatan anaknya. Kisah ini menjadi refleksi bagi masyarakat islam di timur tengah untuk tidak berburuk sangka kepada siapapun.
Hukum membunuh kucing
Tahukah agan Nabi Muhammad saw juga membela kucing?
Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seorang wanita disiksa karena mengurung seekor kucing sampai mati. Kemudian wanita itu masuk neraka karenanya, yaitu karena ketika mengurungnya ia tidak memberinya makan dan tidak pula memberinya minum sebagaimana ia tidak juga melepasnya mencari makan dari serangga-serangga tanah. (Shahih Muslim No.4160)
dan Dalam syariat Islam, seorang muslim diperintahkan untuk tidak menyakiti atau bahkan membunuh kucing, berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari kisah Abdullah bin Umar[1] dan Abu Hurairah.[2]
Adakah manfaat kucing bagi dunia ilmu pengetahuan?
Salah satu kitab terkenal yang ditulis oleh cendikia muslim tempo dulu adalah kitab hayat al hayaawan yang telah menjadi inspirasi bagi perkembangan dunia zoologi saat ini. Salah satu isinya mengenai ilmu medis, banyak para doktermuslim tempo dulu yang menjadikan kucing sebagai terapi medis untuk penyembuhan tulang, melalui dengkuran suaranya yang setara dengan gelombang sebesar 50 hertz. Dengkuran tersebut menjadi frekuensi optimal dalam menstimulasi pemulihan tulang.
Tak hanya ilmu pengetahuan, bangsa barat juga banyak membawa berbagai jenis kucing dari timur tengah, hingga akhirnya kepunahan kucing akibat mitos alat sihir di barat dapat terselamatkan.
Kucing “Muqawwamah”: Kucing Palestina yang Dipenjara di Sel Khusus Israel
Jika boleh iri, kaum muslimin mungkin harus iri kepada kucing Palestina. Pasalnya, ditengah ketidakmampuan kita ikut membela saudara-saudara kita di Palestina yang kini sedang berjuang mempertahankan Masjidil Aqsha dari ancaman israel, justru seekor kucing tampil sebagai pahlawan. Kucing itu dinilai zionis-israel dapat membangkitkan perlawanan (muqawwamah).
Sebagaimana dikutip situs www.maannews.net, zionis-israel telah memenjarakan seekor kucing Palestina. Kucing ini dinilai menjadi penghubung di sel isolasi di kamp tahanan pejuang-pejuang Palestina di Negev.
Menurut pejabat israel, kucing tersebut membantu para tahanan dengan membawa barang-barang ringan seperti surat, roti dan lainnya dari satu sel ke sel lain. Peran itu dimainkan si kucing selama berbulan-bulan, sebelum akhirnya ketahuan.
Penjaga penjara Negev lalu menjebloskan kucing itu ke dalam sel khusus. Nah, siapa bersedia menjenguk kucing yang pintar ini? Adakah kira-kira pengacara dermawan yang akan membelanya?
Cholis Akbar/Suara Hidayatullah
Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Sudah sempurnakah amalan kita?

Sudahkah kita berbuat baik hari ini? Jawablah dengan jujur wahai saudaraku. Jika memang kita sudah melakukan suatu kebaikan pada hari ini, maka introspeksi diri kita lagi. Sudah benarkah kebaikan kita? Sudah luruskah niat kita untuk berbuat baik? Sudah sempurnakah kebaikan kita? Sudah benarkah cara kita untuk melakukan kebaikan itu?

            Sahabat…
            Janganlah kita mengira bahwa setiap perbuatan yang kita anggap baik itu adalah baik pula di hadapan orang lain dan Allah. Karena sering sekali kita melihat banyak orang yang berbuat baik, tetapi niatnya ternyata agar mendapatkan pujian dan jabatan. Hal ini mungkin pernah terjadi di sekitar hidup kita.
            “Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (H.R Bukhari dan Muslim)
            Hadits ini sebenarnya berkenaan tentang seseorang yang berhijrah ke Madinah demi seorang wanita yang ingin dinikahinya. Berkaitan dengan hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengeluarkan hadits ini. Hal ini karena beliau sadar bahwa di antara barisan kaum muhajirin, ternyata ada yang hijrah dengan niat yang salah. Tentu beliau tidak menyukai hal itu karena hijrah bukanlah perkara yang mudah. Hijrah adalah perkara yang sulit karena mereka harus keluar dari kampung halaman mereka sendiri. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam ingin agar hijrah mereka itu mendapatkan pahala yang besar dari Allah karena keikhlasan mereka. Namun ternyata ada seseorang yang berniat lain, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengingatkan hal ini dalam hadits tadi.
            Begitu pula dengan amal kebaikan kita. Kita harus ikhlas dalam beramal dan beribadah agar mendapatkan pahala dari Allah. Jangan sampai kita banyak berbuat baik namun tidak mendapatkan apa-apa hanya karena niat kita yang salah.
Lain halnya dengan orang yang melakukan kebaikan yang mulanya berniat baik, tetapi ternyata caranya salah. Seperti contohnya bersedekah dengan menggunakan uang curian, mengajarkan Islam dengan kekerasan, yasinan, dll. Hal ini pun tentu salah. Karena meskipun niatnya baik, tetapi ternyata caranya salah maka hal itu tidak akan bermanfaat sama sekali. Seperti halnya para ahli bid’ah di dunia ini. Mereka melakukan suatu amalan yang dianggap baik namun ternyata amalan tersebut tidak berdasarkan dalil-dalil yang shahih. Maka amalan itu pun tertolak.
            “sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah Kitabullah (al-Qur'an), sebaik-baiknya petunjuk ialah petunjuk Muhammad, sejelek-jelek perkara ialah yang diada-adakan (bid'ah), dan setiap bid'ah itu sesat." (H.R. Muslim)
            Jika kita beramal, maka kita harus tahu dasar akan amalan tersebut. Adakah dalil yang kuat tentang amalan kita? Apakah Allah dan rasulNya pernah memerintahkan amalan tersebut kepada kita? Jangan sampai kita mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada dalilnya. Karena hal itu adalah bid’ah yang kesesatannya adalah nyata. Bahkan, ada pepatah yang mengatakan bahwa setiap perbuatan kita di dunia itu adalah haram, kecuali jika ada dalil yang menyuruh kita untuk melakukan hal tersebut.
            Intinya, dalam beribadah sebenarnya dikenal dengan dua prinsip, yaitu niat dan dalil. Jangan sampai kita melakukan suatu kebaikan dengan niat yang salah atau melakukan kebaikan tanpa dalil yang menguatkan amalan tersebut. Jangan sampai kita melakukan suatu amalan kebaikan namun hal itu tidak mendapatkan balasan dari Allah karena kita melakukannya dengan niat yang salah atau bid’ah. Jangan sampai seluruh amalan kita menjadi sia-sia.
            “Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?", Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat,” (Q.S. al-Kahf: 103-105)
            Wallahu a’lam Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Hukum Onani

Fenomena perzinahan memang sangatlah marak di dunia saat ini. Dan imbasnya adalah perilaku seksual yang menyimpang, seperti homoseksual dan lesbian. Hal itu sudah dijelaskan dalam Islam bahwa hukumnya haram. Tapi, banyak remaja yang masih bingung tentang perkara onani atau masturbasi. Bagaimana sebenarnya kedudukan dua hal itu dalam Islam? Berikut petikan fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan dan Yusuf Qardhawi.
            (terima kasih kepada teman-teman saya yang telah memberikan masukan dalam postingan kali ini)


Disalin dari Majalah Fatawa Vol. III/No. 9/Agustus 2007/Rajab-Sya’ban 1428
FATWA ULAMA
(Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV/273-274)

Pertanyaan:
Saya seorang pelajar muslim (selama ini saya terjerat oleh kebiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal. Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima? Lantas, apa hokum onani? Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.
Jawaban:
Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita.
Allah berfirman: “Dan orangorang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki.” (Al-Mukminun: 5-6)
Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat. Beliau bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa diantar kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Rasulullah memberi kita petunjuk untuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.
Wajib bagi Anda untuk bertobat kepada Allah dan tidak mengulanginya kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, Anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat Anda, sebagaimana yang Anda sebutkan bahwa Anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televise yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.
Seorang muslim seyogyanya (senantiasa) munutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri Anda, hendaknya Anda jauhi. Diantara sara fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi Anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada Anda.
Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi Anda. Perbuatan dosa yang Anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah Anda kerjakan. Jika Anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu Anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –Anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang Anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syariat, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang telah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa.

Disalin dari kitab Halal dan Haram dalam Islam, Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi, penerbit Robbani Press, cetakan pertama, September 2000 M.


Kadang-kadang naluri seksual anak muda bergejolak, lalu dia mengeluarkan sperma dengan tangannya untuk mengendorkan saraf dan menenangkan gejolaknya. Perbuatan ini dikenal dengan istilah “onani”.
Mayoritas ulama mengharamkannya. Imam Malik berdalil dengan firman Allah:

Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
(QS al-Mu’minun: 5-7)

Sedang orang yang melakukan onani, sesungguhnya dia telah melampiaskan syahwatya dengan “cara di balik itu”
Adapun hukum yang membolehkan onani bagi remaja yang belum menikah, dapat dilihat dari pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan bahwa sperma atau mani adalah benda atau barang lebih yang ada pada tubuh yang mana boleh dikeluarkan sebagaimana halnya memotong dan menghilangkan daging lebih dari tubuh. Dan pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Hazm. Akan tetapi, kondisi ini diperketat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh ulama-ulama Hanafiah dan fuqaha hanbali, yaitu: Takut melakukan zina, Tidak mampu untuk kawin (nikah), dan tidaklah menjadi kebiasaan serta adat.
Kita dapat mengambil pendapat Imam Ahmad ketida syahwat sedang bergejolak dan dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam perbuatan zina, seperti seorang pemuda yang sedang menuntut ilmu atau bekerja di negeri asing yang jauh dari tanah airnya, sedangkan hal-hal yang dapat merangsang syahwat banyak terdapat di depannya, dan dia khawatir akan berbuat zina. Maka tidaklah terlarang dia melakukan onani ini untuk memadamkan gejolah syahwatnya, dengan catatan tidak berlebih-lebihan dan tidak menjadikannya sebagai kebiasaan.
Sikap yang lebih utama ialah mengikuti petunjuk Rasulullah saw terhadap pemuda Muslim yang belum mampu menikah agar banyak berpuasa. Karena puasa dapat mendidik kehendaknya mengajari kesabaran, menguatkan mental taqwa dan merasa diawasi oleh Allah. Beliau bersbda:

Wahai segenap kaum muda! Barangsiapa di antara kalian sudah mempunyai kemampuan maka hendaklah dia menikah, karena menikah lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia perpuasa, karena puasa merupakan perisai baginya.
-HR. Bukhari Muslim-

            Wallahu a’lam.

Bagikan Share
Baca selengkapnya »»

Mani, Wadi, dan Madzi

Pernahkah anda semua mendengar tentang mani, madzi, dan wadi? Ya, istilah yang digunakan untuk menunjukkan beberapa jenis cairan yang mampu keluar dari kemaluan.
Mungkin, ada sebagian dari kita yang menganggap bahwa hal ini adalah tabu untuk dibicarakan. Tetapi sesungguhnya, hal ini adalah salah satu hal yang penting. Yaitu tentang bagaimana kita mampu mengenali berbagai jenis cairan dari kemaluan kita dan bagaimana kita mampu untuk bersuci dari hal itu. Karena sesungguhnya, hal ini adalah bagian dari fiqh, dan fiqh itu bagian dari agama Islam. Dan sesungguhnya, Islam itu manusiawi, sesuai dengan kodrat manusia yang telah Allah ciptakan dalam sebaik-baiknya rupa. Oleh karenanya, mari kita lihat penjelasan tentang hal itu yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
Mani
Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi basah”). Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus mandi besar / mandi junub. Hukum air mani adalah suci dan tidak najis ( berdasarkan pendapat yang terkuat). Apabila pakaian seseorang terkena air mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut jika air maninya masih dalam keadaan basah. Adapun apabila air mani telah mengering, maka cukup dengan mengeriknya saja. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah, beliau berkata
“Saya pernah mengerik mani yang sudah kering yang menempel pada pakaian Rasulullah dengan kuku saya.”
(HR. Muslim)
Anas bin Malik berkata,
“Bahwa Ummu Sulaim pernah bercerita bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam tentang wanita yang bermimpi (bersenggama) sebagaimana yang terjadi pada seorang lelaki. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Apabila perempuan tersebut bermimpi keluar mani, maka dia wajib mandi." Ummu Sulaim berkata, "Maka aku menjadi malu karenanya". Ummu Sulaim kembali bertanya, "Apakah keluarnya mani memungkinkan pada perempuan?" Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Ya (wanita juga keluar mani, kalau dia tidak keluar) maka dari mana terjadi kemiripan (anak dengan ibunya)? Ketahuilah bahwa mani lelaki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani perempuan itu encer dan berwarna kuning. Manapun mani dari salah seorang mereka yang lebih mendominasi atau menang, niscaya kemiripan terjadi karenanya."
(HR. Muslim no. 469)
Imam An-Nawawi  berkata dalam Syarh Muslim (3/222),
"Hadits ini merupakan kaidah yang sangat agung dalam menjelaskan bentuk dan sifat mani, dan apa yang tersebut di sini itulah sifatnya di dalam keadaan biasa dan normal. Para ulama menyatakan: Dalam keadaan sehat, mani lelaki itu berwarna putih pekat dan memancar sedikit demi sedikit di saat keluar. Biasa keluar bila dikuasai dengan syahwat dan sangat nikmat saat keluarnya. Setelah keluar dia akan merasakan lemas dan akan mencium bau seperti bau mayang kurma, yaitu seperti bau adunan tepung.
Warna mani bisa berubah disebabkan beberapa hal di antaranya: Sedang sakit, maninya akan berubah cair dan kuning, atau kantung testis melemah sehingga mani keluar tanpa dipacu oleh syahwat, atau karena terlalu sering bersenggama sehingga warna mani berubah merah seperti air perahan daging dan kadangkala yang keluar adalah darah.”
Wadi
Wadi adalah cairan putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah kencing atau mungkin setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan. Keluarnya air wadi dapat membatalkan wudhu. Wadi termasuk hal yang najis. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian berwudhu jika hendak sholat. Apabila wadi terkena badan, maka cara membersihkannya adalah dengan dicuci.
Madzi
Madzi adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket. Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). Air madzi keluar dengan tidak memancar. Keluarnya air ini tidak menyebabkan seseorang menjadi lemas (tidak seperti keluarnya air mani, yang pada umumnya menyebabkan tubuh lemas) dan terkadang air ini keluar tanpa disadari (tidak terasa). Air madzi dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, meskipun pada umumnya lebih banyak terjadi pada wanita. Sebagaimana air wadi, hukum air madzi adalah najis. Apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang terkena air madzi, adapun apabila air ini terkena pakaian, maka cukup dengan memercikkan air ke bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah terhadap seseorang yang pakaiannya terkena madzi,
“cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut.”
(HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan)
Keluarnya air madzi  membatalkan wudhu. Apabila air madzi keluar dari kemaluan seseorang, maka ia wajib mencuci kemaluannya dan berwudhu apabila hendak sholat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah,
“Cucilah kemaluannya, kemudian berwudhulah.”
(HR. Bukhari Muslim)
Tentang Mandi Junub
Yang pertama, Mandi junub hanya diwajibkan saat ihtilam (mimpi jima’) ketika ada cairan yang keluar. Adapun jika dia mimpi tapi tidak ada cairan yang keluar maka dia tidak wajib mandi. Berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri secara marfu’:
“Sesungguhnya air itu hanya ada dari air.”
(HR. Muslim no. 343)
Maksudnya: Air (untuk mandi) itu hanya diwajibkan ketika keluarnya air (mani).
Yang kedua, Mayoritas ulama mempersyaratkan wajibnya mandi dengan adanya syahwat ketika keluarnya mani -dalam keadaan terjaga. Artinya jika mani keluar tanpa disertai dengan syahwat -misalnya karena sakit atau cuaca yang terlampau dingin atau yang semacamnya- maka mayoritas ulama tidak mewajibkan mandi junub darinya. Berbeda halnya dengan Imam Asy-Syafi’i dan Ibnu Hazm yang keduanya mewajibkan mandi junub secara mutlak bagi yang keluar mani, baik disertai syahwat maupun tidak.
Kami akhiri pembahasan tentang fiqh ini dengan ayat Allah yang sangat mulia.
“Allah tidaklah malu dalam menjelaskan hal yang benar.”
(QS. Al Ahzab: 53)
Wallahu a’lam.
Bagikan Share
Baca selengkapnya »»